Thursday, June 18, 2015

Brazil Dulu dan Kini

Brazil, negara yang dahulu dikenal memiliki gaya permainan sepakbola cantik yang dikenal sebagai joga bonito. Pemain-pemain sepakbola Brazil memiliki teknik tinggi dan bermain untuk menghibur. Saya cukup beruntung dapat melihat pemain-pemain Brazil dengan teknik tinggi seperti Ronaldhinho, Rivaldo, Juninho Pernambucano, Romario, Edmundo, Kaka, Cafu, Roberto Carlos, Denilson, Leonardo dan banyak lagi pemain-pemain di masa lampau yang menyuguhkan indahnya dribble meliuk-liuk, kemampuan mencetak gol secara akrobatik, tendangan bebas baik melengkung maupun menghujam gawang, serta permainan satu-dua (bahkan lebih) antar pemain. Jaman keemasan itu begitu melekat di benak saya dan banyak penikmat sepakbola lainnya sehingga harapan untuk terhibur pada saat tim nasional Brazil bermain, terlepas Brazil adalah tim andalannya atau bukan (Saya lebih menggemari tim nasional Spanyol, Argentina dan Jerman).


Namun entah kenapa belakangan ini timnas Brazil tidak lagi memancarkan aura yang sama dengan pendahulunya. Sesekali permainan cantik muncul pada pertandingan, namun Brazil tidak lagi menikmati pertandingan itu sendiri. Hasrat akan kemenangan sepertinya mulai mengambil alih spirit tim sesuai dengan paradigma sepakbola terkini yang lebih mementingkan hasil daripada penampilan. Sayangnya, saat penampilan standar tersebut diiringi dengan hasil yang biasa-biasa saja, Brazil perlahan-lahan mulai kehilangan identitas gaya sepakbolanya.

Pemain-pemain Brasil masa kini mulai dipengaruhi spirit permainan Eropa yang dikenal efisien. Tidak salah juga karena banyak pemain timnas Brazil mengadu nasib di liga-liga papan atas Eropa. Yang membedakannya dengan pemain-pemain masa lampau adalah pemain masa kini diwarnai oleh taktik tim sedangkan pemain masa lampau mewarnai tim. Meskpiun harus diakui bahwa pemain-pemain Brazil secara rata-rata memiliki teknik sepakbola yang lebih dari standar, namun permainan menggunakan insting sudah tidak lumrah lagi dilakukan. Hanya pemain-pemain tertentu seperti Neymar, Dani Alves dan Douglas Costa yang nampak begitu menikmati pertandingan dan menyajikan trik serta dribel yang menghibur sedangkan sebagian pemain lainnya cenderung bermain lebih efisien, contohnya Paulinho, Willian, dan Fernandinho.


Hal tersebut mulai tampak pada Piala Dunia 2014 kemarin dan semakin nyata pada Copa America tahun ini. Berhubung pertandingan-pertandingan Copa America disiarkan secara langsung di televisi nasional pada jam yang menyenangkan, jam 6-8 pagi, maka saya dapat melihat pertandingan Brazil vs Colombia. Meskipun sebagian dipengaruhi oleh kelelahan akibat musim panjang yang baru saja diakhiri rata-rata pada bulan Mei lalu, Brazil melalui pertandingan dengan pragmatis. Mencoba mencari cara paling efisien untuk mencetak gol. Cara tersebut mungkin cocok untuk tim-tim tertentu, namun saat Brazil yang menggunakannya, permainan terasa hambar. Hanya Neymar yang beberapa kali mencoba menerobos dengan dribble dan berulang kali dilanggar oleh pemain Colombia sebelum akhirnya frustasi dan mendapat kartu merah. Ini memang kekalahan pertama Brazil sejak ditangani oleh Dunga, namun perubahan pola permainan yang membuat saya lebih miris.

Sebagai seorang penikmat sepakbola, saya memahami bahwa terdapat siklus yang harus dilalui oleh suatu tim sebelum tim tersebut jaya kembali. Meskipun begitu, kenyataan bahwa terjadinya perubahan identitas terhadap satu tim yang ikonik cukup mengganggu batin saya. Semoga terdapat siklus dimana Brazil kembali bermain dengan joga bonito yang menghibur penonton, tentunya diiringi dengan hasil yang optimal.


Monday, June 15, 2015

Desain T-Shirt

Berhubung unit kerja di kantorku sedang merencanakan kegiatan outing maka aku berinisiatif untuk membuat desin t-shirt yang akan dipakai pada saat acaranya nanti. Lumayan lah sekalian mengobati kerinduan akan aktivitas desain yang sudah lama tidak aku lakukan. 

Ada beberapa desain yang aku siapkan, tetapi kalo boleh jujur dengan diri sendiri, desainnya standaarr banget. Lagipula ini kan buat kegiatan kantor jadi tidak perlu stylish *halah, ini mah cuma pembelaan diri*

Contoh desain yang aku buat adalah sbb.

 
 

Aku pribadi sih suka yang Unity in Victory. How about you guys?

Thursday, June 11, 2015

DIY Stand Banner

Minggu ini aku rencananya membuat semacam stand publikasi/banner daganganku dan teman-temanku. Berhubung rencananya cuma dipakai sekali karena kita tidak berdagang selama bulan puasa, aku berpikir untuk mendesain stand yang simpel. Ada ide lain seperti membuat dari kardus yang ditumpuk, whiteboard atau papan gabus yang disenderkan ke meja, sampai menyelundupkan properti publikasi kantor (upss...). Dari semua itu aku terpikat dengan ide stand banner dari pipa paralon. Aku tertarik karena cara membuatnya yang mudah dan dapat dipakai lebih dari sekali. Meskipun teman-temanku agak tidak setuju dengan ide tersebut karena alasan yang menurut aku 'engga banget', aku ingin simulasi bagaimana kalau stand ini benar-benar dibuat. Siapa tau informasi bermanfaat bagi rekan-rekan semua.

Stand banner yang akan dibuat sesuai dengan gambar dibawah.


Untuk dapat membuatnya, pertama-tama kita harus membeli bahan mentahnya yaitu pipa paralon warna putih/abu-abu sesuai selera dengan diameter 1/4 inch atau 1/5 inch. Ukurannya dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan. Sebagai informasi, panjang 1 ruas pipa adalah 4 meter, jadi dengan asumsi kita akan membuat banner dengan tinggi 1,5 meter dan lebar 1 meter maka diperlukan 3 ruas pipa. Untuk menyambung pipa-pipa tersebut, maka diperlukan fitting pipa bentuk "L" sebanyak 2 buah dan fitting bentuk "T" sebanyak 6 buah. Tinggal potong pipa sesuai kebutuhan dan dirakit, jadi deh stand-nya. Supaya portable, sambungannya tidak perlu dilem sehingga bisa dilepas setalah selesai digunakan. Simpel kan.

Estimasi biaya yang dikeluarkan untuk membuat adalah sbb.
3 ruas pipa pvc 1/4 inch sekitar 45.000
2 buah fitting "L" sekitar 3.000
6 buah fitting "T" sekitar 12.000
Gergaji besi untuk memotong pipa 10.000
Tambahan : cat plastik agar warna pipa sesuai selera sekitar 20.000

Total biaya yang dikeluarkan adalah 90.000

Selamat mencoba!!

Wednesday, June 10, 2015

Puisi Satu




Hari demi hari kutatap pemandangan malam
Meratapi surya yang telah tenggelam
Ditemani sepi aku merajut karya
Demi masa depan yang tiada merana

Angan-anganku melayang jauh
Berandai-andai menggapai mahligai
Impian yang tak kunjung tercapai
Terperangkap kesendirian nan trenyuh

Wahai dinda nun jauh disana
Bilakah engkau sudi untuk bersua
Kudamba dirimu tuk menemani langkahku
Menggapai asa yang telah bersatu

---|||---

Tuesday, June 9, 2015

Treble dan Air Mata

Final Liga Champions yang berlangsung Sabtu lalu menjadi tonggak sejarah bagi FC Barcelona (Barca) yang dalam 1 dekade terakhir ini meraih treble juara La Liga, Copa Del Rey, dan Liga Chanpions yang terakhir kali diraih pada musim 2008-2009 lalu saat dipimpin oleh Pep Guardiola.


 

Kemenangan ini menandakan keberhasilan pelatih Luis Enrique yang berupaya menjalankan Plan B yaitu bermain lebih direct dibandingkan dengan gaya permainan Barca di jaman Pep yang hanya menjalankan Plan A yaitu tiki-taka. Hal itu dapat ditunjukkan dari prosesi gol pertama dengan tiki-taka khas Barca dimana Iniesta sebagai kreator dapat membaca pergerakan Rakitic menusuk ke kotak penalti. Rakitic pun menyelesaikan peluang dengan rapi. 1-0. Proses gol ke-2 dan ke-3 lah yang menunjukkan perubahan gaya Barca yang mulai fasih melakukan serangan balik cepat dengan Messi yang menusuk dengan tendangannya yang tidak dapat ditangkap secara sempurna oleh Buffon sehingga Suarez dapat menceploskan bola ke gawang kosong. Begitu pula gol ke-3 yang dihasilkan oleh Neymar merupakan serangan balik dari serangan putus asa di menit-menit terakhir.
 
Juventus (Juve) yang merupakan double winner di Negeri Pisa bukannya tidak memberi perlawanan. Penampilan Buffon yang luar biasa mencegah Barca memimpin lebih dari 2-0 pada awal babak pertama membawa Juve keluar dari kegugupan menahan dominasi Barca. Di babak kedua, Juve mulai menemukan ritme permainannya setelah pada babak pertama pemain-pemain Juve hanya dapat mengejar bayangan dan membuat pelanggaran demi pelanggaran (Vidal hampir saja mendapatkan kartu merah). Akhirnya Juve dapat menyamakan kedudukan dari kaki Morata yang berdiri bebas di sisi kanan gawang Barca setelah tendangan keras Tevez tidak mampu dihalau sempurna oleh Ter Stegen.

Pertandingan kemudian ditentukan oleh pemain kedua belah pihak yang berurai air mata, sebelum dan setelah pertandingan. 

Xavi Hernandez, seorang pemain legenda Barca hasil didikan akademi La Masia sejak umur 11 tahun berurai air mata pada konferensi pers yang menyatakan bahwa laga Liga Champions adalah pertandingan kompetitif terakhirnya bersama Barca. Salah satu pemain dengan trofi terlengkap ini memutuskan untuk melanjutkan karirnya di Qatar. Masuknya Xavi di pertengahan babak kedua bertujuan untuk menjaga ritme pertandingan dan penguasaan bola setelah Barca unggul 2-1. Dan tentunya, peran itu dijalankan dengan sempurna.


Andrea Pirlo, seorang seniman sepakbola, cool as you like. Pemain dengan teknik luar biasa ini merupakan pemain lagenda yang kelengkapan trofinya tidak kalah dengan Xavi. Meskipun tidak dikenal sebagai pemain dengan fisik dan kecepatan, football brain-nya adalah salah satu yang terbaik. Sayangnya menurutku pada pertandingan ini Pirlo tidak dapat bermain maksimal karena 2 hal. Berulang kali melakukan man marking terhadap Messi dan dibayang-bayangi dengan ketat oleh Suarez. Setelah peluit panjang berbunyi tepat setelah gol Neymar, Pirlo kemudian nampak berurai air mata. Aku tidak bisa membaca pikiran orang lain tapi jelas penyesalan terasa karena inilah kesempatan terakhir Pirlo untuk dapat meraih treble winners. Mempertimbangkan Pirlo adalah seseorang yang sangat passionate terhadap sepakbola, air mata itu merupakan wujud emosi jiwa.



Sepakbola akan sangat kehilangan kedua pemain ini saat mereka benar-benar gantung sepatu.