Tuesday, June 9, 2015

Treble dan Air Mata

Final Liga Champions yang berlangsung Sabtu lalu menjadi tonggak sejarah bagi FC Barcelona (Barca) yang dalam 1 dekade terakhir ini meraih treble juara La Liga, Copa Del Rey, dan Liga Chanpions yang terakhir kali diraih pada musim 2008-2009 lalu saat dipimpin oleh Pep Guardiola.


 

Kemenangan ini menandakan keberhasilan pelatih Luis Enrique yang berupaya menjalankan Plan B yaitu bermain lebih direct dibandingkan dengan gaya permainan Barca di jaman Pep yang hanya menjalankan Plan A yaitu tiki-taka. Hal itu dapat ditunjukkan dari prosesi gol pertama dengan tiki-taka khas Barca dimana Iniesta sebagai kreator dapat membaca pergerakan Rakitic menusuk ke kotak penalti. Rakitic pun menyelesaikan peluang dengan rapi. 1-0. Proses gol ke-2 dan ke-3 lah yang menunjukkan perubahan gaya Barca yang mulai fasih melakukan serangan balik cepat dengan Messi yang menusuk dengan tendangannya yang tidak dapat ditangkap secara sempurna oleh Buffon sehingga Suarez dapat menceploskan bola ke gawang kosong. Begitu pula gol ke-3 yang dihasilkan oleh Neymar merupakan serangan balik dari serangan putus asa di menit-menit terakhir.
 
Juventus (Juve) yang merupakan double winner di Negeri Pisa bukannya tidak memberi perlawanan. Penampilan Buffon yang luar biasa mencegah Barca memimpin lebih dari 2-0 pada awal babak pertama membawa Juve keluar dari kegugupan menahan dominasi Barca. Di babak kedua, Juve mulai menemukan ritme permainannya setelah pada babak pertama pemain-pemain Juve hanya dapat mengejar bayangan dan membuat pelanggaran demi pelanggaran (Vidal hampir saja mendapatkan kartu merah). Akhirnya Juve dapat menyamakan kedudukan dari kaki Morata yang berdiri bebas di sisi kanan gawang Barca setelah tendangan keras Tevez tidak mampu dihalau sempurna oleh Ter Stegen.

Pertandingan kemudian ditentukan oleh pemain kedua belah pihak yang berurai air mata, sebelum dan setelah pertandingan. 

Xavi Hernandez, seorang pemain legenda Barca hasil didikan akademi La Masia sejak umur 11 tahun berurai air mata pada konferensi pers yang menyatakan bahwa laga Liga Champions adalah pertandingan kompetitif terakhirnya bersama Barca. Salah satu pemain dengan trofi terlengkap ini memutuskan untuk melanjutkan karirnya di Qatar. Masuknya Xavi di pertengahan babak kedua bertujuan untuk menjaga ritme pertandingan dan penguasaan bola setelah Barca unggul 2-1. Dan tentunya, peran itu dijalankan dengan sempurna.


Andrea Pirlo, seorang seniman sepakbola, cool as you like. Pemain dengan teknik luar biasa ini merupakan pemain lagenda yang kelengkapan trofinya tidak kalah dengan Xavi. Meskipun tidak dikenal sebagai pemain dengan fisik dan kecepatan, football brain-nya adalah salah satu yang terbaik. Sayangnya menurutku pada pertandingan ini Pirlo tidak dapat bermain maksimal karena 2 hal. Berulang kali melakukan man marking terhadap Messi dan dibayang-bayangi dengan ketat oleh Suarez. Setelah peluit panjang berbunyi tepat setelah gol Neymar, Pirlo kemudian nampak berurai air mata. Aku tidak bisa membaca pikiran orang lain tapi jelas penyesalan terasa karena inilah kesempatan terakhir Pirlo untuk dapat meraih treble winners. Mempertimbangkan Pirlo adalah seseorang yang sangat passionate terhadap sepakbola, air mata itu merupakan wujud emosi jiwa.



Sepakbola akan sangat kehilangan kedua pemain ini saat mereka benar-benar gantung sepatu. 

No comments:

Post a Comment